komunikasi dan gaya kepemimpinan



KOMUNIKASI DAN GAYA KEPEMIMPINAN
 PENGERTIAN
            Kepemimpinan (Ardana, 2008:89) adalah salah satu topik perilaku organisasi lain yang sangat banyak mendapat perhatian. Kepemimpinan merupakan intisari dari manajemen organisasi, sumber daya pokok, dan titik sentral dari setiap aktivitas yang terjadi dalam suatu organisasi. Ada beberapa definisi tentang kepemimpinan, yaitu:
1.      Proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (Indriyo Gitosudarmo, 2000).
2.      Proses mempengaruhi perilaku orang lain agar orang tersebut berperilaku seperti yang dikehendakinya (Nimran, 1999).
3.      Kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan-tujuan (Robbins dan Coulter, 2004).
4.      Proses memanfaatkan kekuasaan untuk mendapatkan pengaruh pribadi (Sukanto Reksohadiprojo, 2002).
MAKNA DAN TUJUAN KEPEMIMPINAN
            Tujuan kepemimpinan di sisi lain adalah membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Jadi pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan. Pemimpin bertindak dengan cara-cara yang memperlancar produktivitas, moral tinggi, respons yang energik, kecakapan kerja yang berkualitas, komitmen, efisiensi, sedikit kelemahan, kepuasan, kehadiran, dan kesinambungan dalam organisasi.
            Kepemimpinan diwujudkan melalui gaya kerja (operating style) atau cara bekerja sama dengan orang lain yang konsisten. Melalui apa yang dikatakannya (bahasa) dan apa yang diperbuatnya (tindakan), seseorang membantu orang-orang lainnya untuk memperoleh hasil yang diinginkan. Tanpa mempertimbangkan suatu cara pandang tertentu, beberapa pendekatan yang berbeda, meliputi :
·         Mengendalikan atau mengarahkan orang lain.
·         Memberi tantangan atau rangsangan kepada orang lain
·         Menjelaskan atau memberi instruksi kepada orang lain
·         Mendorong atau mendukung orang lain
·         Memohon atau membujuk orang lain
·         Melibatkan atau memberdayakan orang lain
·         Memberi ganjaran atau memperkuat orang lain.
MODEL GAYA KEPEMIMPINAN
            Pembicaraan mengenai model kepemimpinan berawal dari adanya suatu kenyataan bahwa seseorang lebih menonjol dibanding orang lain, seseorang lebih efektif dalam memimpin dibanding yang lain. Demikian pula terdapat fenomena bahwa seorang pemimpin yang telah sukses memimpin di tempat lain ternyata tidak begitu sukses memimpin di tempat dan situasi yang berbeda. Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan termasuk model kepemimpinan yang diterapkan sang pemimpin, juga kesiapan dan kematangan bawahan dalam menjalankan arahan dan instruksi pemimpin. Pendekatan Sifat
Penelitian para ahli ilmu jiwa dalam menjelaskan fenomena bahwa hanya sedikit orang yang mampu menjadi pemimpin dibanding sekian banyak yang menjadi pengikut, mengantarkan pada anggapan bahwa pemimpin mempunyai beberapa ciri unggul yang tidak dipunyai oleh para pengikutnya. Pengamatan awal menunjukkan bahwa sebagian besar pemimpin mempunyai ciri-ciri fisik yang menonjol seperti ukuran badan lebih tinggi dan besar, lebih cerdas, lebih extrovert, dan lebih percaya diri. Karakteristik itulah yang mengantarkan seorang pemimpin untuk mau atau dipaksa mau menerima tanggung jawab yang lebih besar yang merupakan satu dari beberapa syarat menjadi pemimpin.
Koontz (Wahjono, 2010:268) mengikhtisarkan ada 4 sifat utama yang berpengaruh terhadap kesuksesan seorang pemimpin, yaitu : (1) kecerdasan, (2) kedewasaan dan keluasan hubungan sosia, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi, dan (4) sikap-sikap hubungan manusiawi. Kesimpulan dari penelitian ini mengarahkan pada premis bahwa pemimpin itu dilahirkan, namun kesimpulan ini segera mendapat tantangan karena banyak realitas yang justru menjungkirbalikkan premis tersebut.
Pendekatan Perilaku
Tidak seperti premis dalam pendekatan sifat yang mengatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan, maka dalam pendekatan perilaku justru sebaliknya. Pendekatan perilaku mengatakan bahwa pemimpin itu dibentuk dan diarahkan. Mengacu pada hasil penelitian-penelitian pada pendekatan sifat, ternyata selain sifat-sifat unggul yang dipunyai pemimpin masih ada yang lebih penting lagi, sehingga keberhasilan pemimpin pada akhirnya tergantung pada tindakan-tindakan yang diambil dan hasil-hasil yang dicapai. Oleh karena itu penelitian berikutnya lebih menitik beratkan pada penelitian tentang perilaku seorang pemimpin pada saat berhadapan dengan bawahannya, langsung maupun tidak langsung.
Titik pusat dari serangkaian penelitian ini adalah gagasan tentang gaya kepemimpinan, yaitu suatu pola perilaku berulang yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin. Penelitian perilaku pemimpin memeriksa gaya-gaya kepemimpinan alternatif, dengan tujuan untuk menentukan gaya kepemimpinan mana yang berfungsi paling baik. Pendekatan perilaku memusatkan perhatiannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan, yaitu fungsi-fungsi, dan gaya-gaya kepemimpinan. Aspek pertama, pendekatan perilaku kepemimpinan menekankan pada fungsi-fungsi yang dilakukan oleh pemimpin dalam kelompoknya. Agar kelompok berjalan efektif, seorang pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utama, yaitu :
a.       Fugsi-fungsi yang berhubungan dengan tugas (task related) atau pemecahan masalah (problem solving), mencakup pemberian saran penyelesaian, informasi atau pendapat.
b.      Fungsi-fungsi pemeliharaan kelompok (group maintenance) atau sosial, mencakup segala sesuatu yang dapat membantu kelompok berjalan lebih lancar, persetujuan dengan kelompok lain, mediasi atas perbedaan pendapat, dan sebagainya.
Pandangan kedua tentang perilaku kepemimpinan memusatkan pada gaya pemimpin terhadap bawahannya. Para peneliti telah mengidentifikasi dua gaya kepemimpinan yaitu :
a.       Gaya dengan orientasi tugas (task oriented). Pemimpin yang berorientasi tugas mengarahkan dan mengawasi bawahan secara tertutup tanpa ada partisipasi untuk menjamin bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan. Pemimpin dengan gaya seperti ini lebih memperhatikan pelaksanaan pekerjaan ketimbang pengembangan dan pertumbuhan karyawan.
b.      Gaya dengan orientasi karyawan (employee oriented).Pemimpin dengan gaya seperti ini mencoba untuk lebih memotivasi bawahan ketimbang mengawasinya. Karyawan di dorong untuk melaksanakan tugas-tugas dengan memberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pembuatan keputusan, menciptakan suasana persahabatan serta hubungan-hubungan saling mempercayai dan menghormati.
Teori X dan Teori Y dari Douglas McGregor
            Gaya kepemimpinan seseorang berdasarkan pada beberapa asumsi mengenai manusia dan apa yang memotivasi mereka. McGregor (1967) menentukan dua perangkat asumsi atau pendapat bipolar yang cenderung dipakai oleh para pemimpin mengenai orang lain. Kedua jenis asumsi ini disebut Teori X dan Teori Y. Mungkin kebanyakan pemimpin tidak berpegang penuh pada salah satu teori McGregor tersebut, tapi pencirian yang dilakukan McGregor membantu kita menggambarkan sikap mental suatu tipe ideal sehingga kita dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai pemikiran seseorang, yang mungkin amat cenderung mempunyai suatu arah tertentu.
-          Teori X
Asumsi teori X tampaknya diturunkan dari pendapat mengenai manusia sebagai suatu mesin, yang amat memerlukan pengendalian dari luar. Asumsi teori X secara ringkas sebagai berikut :
§  Kebanyakan orang  berpendapat bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang tidak menyenangkan dan berusaha menghindarinya.
§  Kebanyakan orang lebih suka diperintah dan seringkali harus dipaksa untuk melakukan pekerjaan mereka.
§  Kebanyakan orang tidak ambisius, tidak ingin maju dan tidak menginginkan tanggung jawab.
§  Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan akan rasa aman.
§  Kebanyakan orang harus dikendalikan dengan ketat dan tidak mampu menyelesaikan masalah dalam organisasi.
Tampaknya cukup beralasan untuk mengatakan bahwa seorang pemimpin yang berpegang pada Teori X akan menganggap orang sebagai suatu alat produksi, dimotivasikan oleh ketakutan akan hukuman atau oleh kebutuhannya akan uang dan rasa aman. Manajer yang memandang pegawai dengan cara seperti ini, cenderung mengawasi mereka dengan ketat, membuat dan menjalankan aturan dengan keras, dan menggunakan ancaman hukuman sebagai alat untuk memotivasi mereka.
-          Teori Y
Asumsi Teori Y cenderung berasal dari pendapat mengenai manusia sebagai organisme biologis yang tumbuh, berkembang, dan melakukan pengendalian terhadap diri mereka sendiri. Asumsi Teori Y secara ringkas sebagai berikut.
§  Kebanyakan orang berpendapat bahwa bekerja adalah sesuatu yang alamiah seperti bermain dan istirahat. Bila pekerjaan tidak menyenangkan, mungkin itu karena cara melakukan pekerjaan tersebut dalam organisasi.
§  Pengawasan dan ancaman hukuman bukanlah satu-satunya cara untuk mengarahkan pencapaian tujuan. Orang akan mengendalikan diri untuk mencapai tujuannya.
§  Kebanyakan orang dimotivasi terutama oleh keinginan mereka untuk diterima lingkungan, mendapat pengakuan, dan merasa berprestasi, seperti juga oleh kebutuhan mereka akan uang untuk memenuhi kebutuhan pokok dan rasa aman.
§  Kebanyakan orang ingin menerima dan bahkan menginginkan suatu tanggung jawab bila mereka memperoleh bimbingan, pengelolaan dan kepemimpinan yang tepat.
§  Ada kapasitas besar untuk melakukan imajinasi, kecerdikan dan kreativitas dalam penyelesaian masalah organsasi.
§  Potensi intelektual rata-rata manusia hanya digunakan sebagian saja.
            Pemimpin yang mendasari tindakannya atau gayanya pada Teori Y beranggapan bahwa pegawai mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Mereka percaya bahwa tugas mereka adalah mengatur dan mengelola, sehingga baik organisasi maupun pegawai dapat memenuhi kebutuhannya. Dalam teori Y, manajer berasumsi bahwa tujuan perorangan dan tujuan organisasi dapat berjalan selaras. Namun, beberapa bukti menyatakan bahwa kedua-duanya tidak dapat dicapai dalam konteks organisasi. Beberapa tujuan pribadi dan beberapa tujuan organisasi mungkin bertentangan. Namun, manajer yang menerima asumsi Teori Y, bekerja bersama-sama pegawai untuk mencapai tujuan organisasi, mendorong pegawai untuk berperan serta dalam proses pengambilan keputusan, dan mencoba mewujudkan peningkatan.
Penelitian Kepemimpinan Negara Bagian Ohio
Sistem yang paling umum digunakan untuk menjelaskan konsistensi dalam cara bekerja bersama-sama dengan orang lain, berasal dari hasil penelitian Kepemimpinan Negara Ohio dan penelitian Stoghill dan Coons (1957). Para peneliti di Ohio State University mengidentifikasikan 2 kelompok perilaku yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan, yaitu :
§  Struktur Pemrakarsaan (initiating structure)
Menjelaskan bahwa seseorang pemimpin itu mengatur dan menentukan pola organisasi, saluran komunikasi, struktur peran dalam mencapai tujuan organisasi dan cara pelaksanaannya.
§  Pertimbangan (consideration)
Menggambarkan hubungan yang hangat antara atasan dan bawahan, adanya saling percaya, kekeluargaan dan penghargaan terhadap ide bawahan.
Teori Kisi Kepemimpinan
            Salah satu teori gaya kepemimpinan yang paling banyak didiskusikan adalah yang dikemukakan oleh Blake dan Mouton (1964), yang semula disebut kisi manajerial (managerial grid), tapi kini disebut kisi kepemimpinan (1991). Kisi ini berasal dari hal-hal yang mendasari perhatian manajer. Perhatiannya pada tugas atau pada hal-hal yang telah direncanakan untuk diselesaikan oleh organisasi, dan perhatian kepada orang-orang dan unsur-unsur organisasi yang mempengaruhi mereka. Kisi ini menggambarkan bagaimana perhatian pemimpin pada tugas dan manusia sehingga menciptakan gaya pengelolaan dan kepemimpinan. Lima jenis gaya ekstrem yang dikemukakan model kisi, yaitu :
§  Gaya pengalah (impoverished style)
Gaya ini ditandai oleh kurangnya perhatian terhadap produksi. Pemimpin yang lemah cenderung menerima keputusan orang lain, menyetujui pendapat, sikap, dan gagasan-gagasan orang lain, serta menghindari sikap memihak. Bila terjadi konflik, pemimpin jenis ini tetap netral dan berdiri di luar masalah. Dengan tetap netral, pemimpin pengalah jarang terlibat. Pemimpin pengalah hanya berusaha sedikit untuk mengatasi keadaan.
§  Gaya pemimpin pertengahan (middle of the road style)
Gaya ini ditandai oleh perhatian yang seimbang terhadap produksi dan manusia. Pemimpin jenis ini mencari cara-cara yang dapat berguna , meskipun mungkin tidak sempurna untuk memecahkan masalah.
Bila ada pendapat, gagasan, dan sikap yang berbeda dengan yang dianutnya, pemimpin gaya pertengahan berusaha untuk jujur tetapi tegas dan mencari pemecahan yang tidak memihak.  Bila mendapat tekanan, pemimpin gaya pertengahan mungkin saja menjadi bimbang dan mencari jalan untuk menghindari ketegangan. Pemimpin seperti ini akan berusaha untuk mempertahankan keadaan tetap baik.
§  Gaya tim (team style)
Gaya ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap tugas dan manusia. Pemimpin tim amat menghargai keputusan yang logis dan kreatif sebagai hasil dari pengertian dan kesepakatan anggota organisasi. Pemimpin tim mempunyai keyakinan kuat mengenai apa-apa yang harus dilakukan, tetapi memberi respons pada gagasan orang lain yang logis dengan mengubah pendapatnya. Pemimpin jenis ini mempunyai rasa humor yang besar meskipun mungkin ia sedang dalam keadaan tertekan, dan ia menunjukkan usaha keras serta mengikutsertakan orang lain untuk ikut bergabung bersamanya. Pemimpin tim mampu menunjukkan kebutuhan akan saling mempercayai dan saling menghargai di antara sesama anggota tim, juga menghargai pekerjaan.
§  Gaya Santai (country club style)
Gaya ini ditandai oleh rendahnya perhatian terhadap tugas dan perhatian yang tinggi terhadap manusia. Pemimpin jenis ini amat menghargai hubungan baik di antara sesama orang. Ia lebih suka menerima pendapat, sikap, dan gagasan orang lain daripada memaksakan kehendaknya. Pemimpin gaya santai selalu bersikap hangat dan ramah untuk mengurangi ketegangan yang ditimbulkan oleh adanya gangguan. Pemimpin seperti ini lebih banyak bersikap menolong daripada memimpin.
§  Gaya kerja (task style)
Gaya ini ditandai oleh perhatian yang tinggi terhadap pelaksanaan kerja tetapi amat kurang memperhatikan manusianya. Pemimpin gaya kerja adalah orang yang perhatian utamanya adalah melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaan secara efisien. Pemimpin jenis ini cenderung untuk mempertahankan gagasannya, pendapatnya, serta sikapnya meskipun kadang-kadang ini dihasilkan dengan cara menekan orang lain. Bila timbul konflik, pemimpin jenis ini cenderung menghentikannya atau memenangkan posisinya dengan cara membela diri, berkeras pada pendiriannya atau mengulangi konflik dengan sejumlah argumentasi baru. Bila sesuatu tidak berjalan dengan seharusnya, pemimpin gaya kerja akan memacu dirinya juga orang lain supaya semuanya kembali berjalan dengan baik.
Menurut Blake dan Mouton (Pace, 2010:282), gaya tim (team style) merupakan gaya kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya tim berdasarkan pada integrasi efektif dari dua kepentingan, yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya tim berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu yang terbaik bila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti.
Teori 3-D
            Reddin (1967) membuat teori berdasarkan pada kisi tugas manusia yang dikemukakan Blake dan Mouton dengan menambahkan dimensi ketiga, yaitu efektivitas. Ketiga dimensi itu didefinisikan sebagai berikut :
-          Orientasi kerja
Tingkat pengarahan manajer atas usaha bawahan untuk mencapai tujuan.
-          Orientasi hubungan
Tingkat hubungan pribadi antara manajer dengan bawahan, ditandai oleh adanya saling mempercayai perasaan bawahan.
-          Keefektifan
Tingkat persyaratan produksi yang dicapai manajer yang telah ditetapkan.
Kisi 3-D menghasilkan delapan gaya manajer atau kepemimpinan. Empat gaya termasuk kurang efektif dan empat gaya lainnya dinilai lebih efektif.
Lebih Efektif
§  Eksekutif
Tugas berat, hubungan kuat, muncul sebagai motivator yang baik, yang memperlakukan setiap orang dengan cara tersendiri dan lebih suka melakukan manajemen tim.
§  Otokrat Lunak (Benevolent Autocrat)
Tugas berat, hubungan lemah, tampaknya mengetahui apa yang diinginkan dan tahu cara memperolehnya tanpa menimbulkan ketidaksenangan.
§  Pengembang (Developer)
Tugas ringan, hubungan kuat, tampaknya mempercayai orang lain secara terselubung dan menaruh perhatian utama pada pengembangan hubungan yang selaras.
§  Birokrat
Tugas ringan, hubungan lemah, tampaknya menaruh perhatian pada aturan-aturan dan prosedur demi kepentingan mereka sendiri, dan karena ingin menjaga serta mengawasi situasi dengan menggunakan aturan dan prosedur itu, mereka sering terlihat amat berhati-hati.
Teori Kepemimpinan Situasional
            Pendekatan kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H.Blanchard (Wahjono, 2010:285) menguraikan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efektif tergantung kesesuaian antara beberapa faktor berikut:
Ø  Perilaku tugas, adalah kadar upaya pemimpin mengorganisasi dan menetapkan peran bawahan, menjelaskan kegiatan setiap anggota, kapan, dimana, dan bagaimana cara menyelesaikannya. Dimensi perilaku tugas dan indikator perilaku mencakup penyusunan tujuan, pengorganisasian, penetapan batas waktu, pengarahan, dan pengendalian.
Ø  Perilaku hubungan, adalah kadar upaya pemimpin dalam membina hubungan pribadi di antara para pemimpin dan bawahan dengan membuka saluran komunikasi, menyediakan dukungan sosioemosional dan kemudahan perilaku. Dimensi perilaku dan indikator perilaku meliputi memberikan dukungan, mengkomunikasikan, memudahkan interaksi, aktif mendengarkan, dan memberikan umpan balik.
Ø  Kematangan bawahan, adalah kemampuan atau kemauan individu untuk memikul tanggung jawab sehingga dapat mengarahkan perilaku bawahan. Kematangan bawahan terdiri dari dua dimensi, yaitu (a) matang karena mampu dalam arti mempunyai pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan individual dalam melaksanakan tugas, (b) matang karena mau untuk melakukan suatu pekerjaan karena adanya rasa yakin, dan termotivasi.
            Untuk menentukan kematangan bawahan, Hersey dan Blanchard, menggunakan tiga komponen, yaitu :
§  Kemampuan untuk menyusun tujuan yang tinggi tetapi masih terjangkau, lebih menekankan prestasi individual dibanding imbalannya, memperhatikan umpan balik atas pelaksanaan tugas.
§  Bertanggung jawab
§  Berpendidikan dan berpengalaman.
Kombinasi perilaku tugas dan perilaku hubungan menghasilkan empat (4) gaya, yaitu :
Gaya 1: Memberitahu (telling). Tugas berat, hubungan lemah. Gaya ini ditandai oleh komunikasi satu-arah. Di sini pemimpin menentukan peranan anak buah dan memberitahu apa, di mana, kapan, dan bagaimana cara mengerjakan berbagai macam tugas.
Gaya 2: Mempromosikan (selling). Tugas berat, hubungan kuat. Gaya ini ditandai oleh usaha melalui komunikasi dua-arah, meskipun hampir semua pengaturan dilakukan oleh pemimpin. Pemimpin juga menyediakan dukungan sosioemosional supaya bawahan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
Gaya 3: Berpartisipasi (Participating). Hubungan kuat, tugas berat. Gaya ini ditandai oleh pemimpin dan bawahan bersama-sama terlibat dalam pembuatan keputusan melalui komunikasi dua arah yang sebenarnya. Pemimpin lebih banyak terlibat dalam pemberian kemudahan karena bawahannya memiliki kemampuan dan pengetahuan untuk menyelesaikan tugasnya.
Gaya 4: Mewakilkan (Delegating). Hubungan lemah, tugas ringan. Gaya ini ditandai oleh pemimpin yang membiarkan bawahannya bertanggung jawab atas keputusan-keputusan mereka. Pemimpin mewakilkan keputusan kepada bawahannya karena mereka mempunyai tingkat kesiapan yang tinggi, bersedia serta mampu bertanggung jawab untuk mengatur perilaku mereka sendiri.
            Berlawanan dengan teori Blake dan Mouton dan teori Reddin, tampaknya Hersey dan Blanchard beranggapan bahwa tugas ringan dan hubungan lemah amat disukai bila bawahannya memiliki tingkat kesiapan yang tinggi. Mereka berpendapat bahwa bagi orang yang memiliki kesiapan yang relavan dengan tugas berat, gaya 4 kepemimpinan ini mempunyai peluang yang paling besar untuk berhasil baik.
            Kematangan (maturity) menurut Hersey (Wahjono, 2010:289) mencerminkan kemampuan dan kemauan dari orang-orang untuk bertanggung jawab dalam mengarahkan perilakunya sendiri. Model kepemimpinan situasional ini menarik perhatian karena merekomendasikan tipe kepemimpinan dinamis dan fleksibel. Jadi efektivitas kepemimpinan dipengaruhi oleh kematangan bawahan jika terjadi kesesuaian antara gaya kepemimpinan yang dipraktikkan pemimpin dengan kondisi kematangan karyawan. Bila terjadi ketidak sesuaian maka pemimpin harus merubah gayanya dan menyesuaikan dengan gaya yang cocok dengan kematangan bawahan.
Teori Empat Sistem
            Salah satu teori gaya manajerial dan kepemimpinan yang paling sering diperbincangkan adalah teori yang dikemukakan Likert (1967). Likert menemukan empat gaya atau sistem manajerial yang berdasarkan pada suatu analisis atas delapan variabel manajerial, yaitu: (1) kepemimpinan, (2) motivasi, (3) komunikasi, (4) interaksi, (5) pengambilan keputusan, (6) penentuan tujuan , (7) pengendalian dan (8) kinerja. Likert membagi gaya manajerial tersebut sebagai berikut :
Sistem 1 : Penguasa mutlak. Gaya ini berdasarkan pada asumsi Teori X McGregor. Manajer/pemimpin memberi bimbingan sepenuhnya dan pengawasan ketat pada pegawai dengan anggapan bahwa cara terbaik untuk memotivasi pegawai adalah dengan memberi rasa takut, ancaman, dan hukuman. Interaksi atasan bawahan amat sedikit, semua keputusan berasal dari atas dan komunikasi ke bawah semata-mata berisi instruksi dan perintah.
Sistem 2 : Penguasa semi-mutlak. Gaya ini pada dasarnya bersifat otoritarian, tetapi mendorong komunikasi ke atas untuk ikut berpendapat maupun mengemukakan keluhan bawahan, namun interaksi di antara tingkatan-tingkatan dalam organisasi dilakukan melalui jalur resmi. Komunikasi yang terjadi jarang bersifat bebas dan terus terang.
Sistem 3: Penasihat. Gaya ini melibatkan interaksi yang cukup sering pada tingkat pribadi sampai tingkat moderat, antara atasan dan bawahan dalam organisasi. Informasi berjalan baik ke atas maupun ke bawah, tetapi dengan sedikit penekanan pada gagasan-gagasan yang berasal dari atas. Manajer menaruh kepercayaan besar, meskipun tidak mutlak, dan keyakinan kepada pegawai.
Sistem 4: Pengejak-serta. Gaya ini amat sportif, dengan tujuan agar organisasi berjalan baik melalui partisipasi nyata pegawai. Informasi berjalan ke segala arah, dan pengendalian dijalankan di setiap tingkatan. Orang berkomunikasi dengan bebas, terbuka, dan berterus terang, hampir tanpa rasa takut terhadap hukuman. Gaya ini serupa dengan gaya tim pada kisi Blake dan Mouton.
Hal pokok dalam teori sistem Likert adalah pengambilan keputusan. Penelitian Likert menunjukkan bahwa kebanyakan organisasi lebih menyukai Sistem empat, tetapi sayang, kenyataannya mereka banyak menggunakan Sistem satu.
Teori Kontinum
Robert Tennenbaum dan Warren H.Schmidt termasuk ahli teori manajemen pertama yang menguraikan berbagai faktor yang dipikirkan mempengaruhi pilihan manajer akan gaya kepemimpinan (Wahjono, 2010:274). Walaupun mereka secara pribadi menyukai gaya kepemimpinan yang berorientasi pada karyawan, mereka menyarankan bahwa seorang manajer harus memperhatikan tiga macam “kekuatan” sebelum memilih gaya kepemimpinan, yaitu:
1.      Kekuatan yang ada di tangan manajer, yang mencakup :
a.       Sistem nilai baik-buruk, salah-benar, boleh-tidak
b.      Kepercayaan terhadap bawahan
c.       Kecenderungan kepemimpinan sendiri, dan
d.      Perasaan aman dan tidak aman.
2.      Kekuatan yang ada di tangan karyawan, meliputi :
a.       Kebutuhan karyawan akan kebebasan,
b.      Kebutuhan karyawan akan peningkatan tanggung jawab,
c.       Ketertarikan karyawan dalam penanganan masalah
d.      Harapan karyawan mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
3.      Kekuatan dalam situasi, mencakup :
a.       Tipe organisasi,
b.      Efektifitas kelompok,
c.       Desakan waktu,
d.      Sifat masalah itu sendiri.
Konsep Tannenbaum dan Schmidt disajikan sebagai suatu rangkaian kesatuan kepemimpinan (leadership continuum). Menurut mereka, seorang manajer dapat memberikan partisipasi dan kebebasan yang lebih besar kalau karyawan meminta kemandirian dan kebebasan bertindak, ingin memperoleh tanggung jawab dalam membuat keputusan dan mendukung tujuan organisasi.
Mereka mengharapkan manajemen patisipatif. Kalu persyaratan ini tidak terpenuhi, maka manajer mula-mula harus mengandalkan gaya yang lebih otoriter. Mereka dapat memodifikasi tingkah laku kepemimpinan setelah karyawan merasa percaya diri, lebih terampil, dan memberikan komitmen kepada organisasi.
Teori Kebergantungan
Fisher (1967) mengembangkan teori gaya kepemimpinan berdasarkan pada konsep kebergantungan. Menurut teori kebergantungan (Pace, 2010:289), keefektifan pemimpin bergantung pada hubungan-hubungan dalam gaya kepemimpinannya, juga situasi tertentu yang dihadapinya. Karakteristik suatu situasi kepemimpinan yang paling penting  adalah relasi pemimpin-anggota, struktur tugas, dan kekuasaan jabatan pemimpin. Efektivitas pemimpin ditentukan oleh kesesuaian antara gaya kepemimpinan (tugas atau hubungan) dengan keharmonisan situasinya. Situasi terbaik adalah bila relasi pemimpin-anggota baik, tugas terstruktur rapi, dan pemimpin mempunyai kekuasaan yang besar. Situasi yang paling tidak baik adalah bila relasi pemimpin-anggota buruk, tugas tidak terstruktur, dan kekuasaan pemimpin lemah.
Penelitian pada model kebergantungan menunjukkan bahwa: (1) Pemimpin bermotivasi-tugas lebih efektif dalam situasi yang amat harmonis dan dalam situasi yang amat tidak harmonis, (2) Pemimpin bermotivasi-hubungan lebih efektif dalam situasi yang cukup harmonis. Beberapa alasan yang menyebabkan gaya kepemimpinan tertentu terlihat lebih efektif dalam beberapa situasi yang berbeda, dapat diterangkan dengan cara memperhatikan persyaratan terjadinya situasi yang harmonis maupun yang tidak harmonis.
Dalam situasi yang harmonis, anda menjadi pemimpin yang disukai, pemberian tugas jelas, kekuasaaan besar. Dalam kondisi seperti ini, jelas semua yang anda perlukan sudah tersedia. Jadi anda harus mampu membangkitkan kewibawaan dan pengaruh anda pada anggota. Sebaliknya, bila anda seorang pemimpin yang tidak disukai, pemberian tugas serba samar dan kekuasaan lemah, maka jelas pengaruh anda pada anggota juga berkurang. Dalam keadaan seperti ini, anda harus memusatkan perhatian pada pekerjaan dan mengarahkan anggota tim dengan mempergunakan pengaruh anda sebagai pemimpin yang memiliki kewenangan untuk hal tersebut. Jadi, dalam situasi yang harmonis maupun yang tidak harmonis, pemimpin bermotivasi-tugas mempunyai kemungkinan besar untuk sukses. Pemimpin bermotivasi-hubungan cenderung muncul  paling efektif dalam situasi yang cukup harmonis. Bila situasi menyenangkan, anggota tidak memerlukan pengawasan yang ketat. Pekerjaan dapat diselesaikan oleh bawahan hanya dengan sedikit pengarahan, tetapi mereka memerlukan dorongan, dukungan, dan kepercayaan. Semua ini dapat diperoleh dari pemimpin bermotivasi-hubungan.
KESIMPULAN
            Kepemimpinan itu merupakan intisari dari manajemen organisasi, sumber daya pokok, dan titik sentral dari setiap aktivitas yang terjadi dalam suatu organisasi. Kepemimpinan bertujuan untuk membantu orang untuk menegakkan kembali, mempertahankan, dan meningkatkan motivasi bawahan. Jadi pemimpin adalah orang yang membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan. Seorang pemimpin berperan sebagai seorang pemberi arah, seorang agen perubahan, seorang pembicara dan seorang pembina tim.
 Ada banyak teori dan penelitian yang dilakukan oleh para ahli untuk menegaskan kepemimpinan seperti apa yang efektif seperti penelitian kepemimpinan negara bagian Ohio, teori kisi kepemimpinan, teori 3-D, teori kepemimpinan situasional, teori empat sistem, teori kontinum dan teori kebergantungan.  Dari beberapa teori dan penelitian menyatakan bahwa pemimpin harus memperhatikan pencapaian tujuan produksi dan memberi tanggapan atas kebutuhan pribadi anggotanya. Teori lainnya menerangkan bahwa pemimpin harus memperhatikan pemenuhan tugas dan mempertahankan hubungan, tetapi mereka juga harus memperhatikan atau mempertimbangkan kematangan bawahan. Lalu, teori lainnya merasa bahwa pemimpin harus lebih memperhatikan pengendalian atas keputusan dan apakah pengendalian harus dipikul bersama atau dipegang oleh pemimpin saja, dan dalam kondisi bagaimana.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Komang, Ni Wayan Mujiati, dan Anak Agung Ayu Sriathi. 2008. Perilaku Keorganisasian. Graha Ilmu. Yokyakarta.
Wahyono, Sentot Imam. 2010. Perilaku Organisasi. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Pace, R.Wayne, Don F.Faules. 2010. Komunikasi Organisasi: Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Komentar